Nasib Anak dengan Status Broken Home, Mengerikan atau Menyedihkan?
Diunggah oleh Admin SK pada 19 Jan 2024
Mempunyai keluarga yang utuh dan harmonis adalah dambaan bagi setiap orang. Nyatanya tidak semua orang bisa mencapai hal tersebut salah satunya adalah kondisi broken home. Istilah broken home seringkali digunakan untuk menyebutkan anak yang mempunyai orang tua bercerai. Kenyataannya broken home adalah kondisi ketidakutuhan suatu keluarga akibat beberapa hal seperti perceraian, kematian, dan ketidakharmonisan (Muttaqin & Sulistyo, 2019).
Faktor terjadinya broken home:
1. Orang tua yang bercerai
Perceraian dapat diakibatkan oleh banyak hal seperti suami istri sudah tidak bisa merasakan kasih sayang, mempunyai pemikiran masing-masing yang tidak bisa dicari solusi lain, dan tidak lagi mempunyai keinginan untuk mempertahankan rumah tangga yang utuh. Setelah perceraian, hubungan antara suami istri akan semakin menjauh, tidak lagi berkomunikasi, dan bahkan saling memutuskan kontak karena sudah sibuk dengan kehidupan pribadi masing-masing.
2. Orang tua yang tidak dewasa
Sikap orang tua yang tidak dewasa ini timbul karena rasa egoisme yang tinggi sehingga selalu mementingkan diri sendiri tanpa memperdulikan orang lain. Sikap ini akan mengakibatkan pasangan suami istri tidak bisa menghargai satu sama lain, dan bahkan tidak mempertimbangkan dampak yang akan terjadi kepada anak.
3. Ekonomi
Tidak sedikit orang tua yang beranggapan bahwa yang terpenting kebutuhan anak secara materi terpenuhi sehingga mereka kerja keras untuk mendapatkan banyak uang tetapi tidak menyadari bahwa anak sebenarnya juga membutuhkan sosok orang tua yang hadir dan terlibat dalam proses tumbuh kembangnya, menjadi teman yang bisa mengerti anak, dan memberikan kasih sayang kepada anak.
4. Hilangnya figur orangtua
Orang tua merupakan figur penting yang dibutuhkan oleh anak. Hilangnya peran orang tua dapat disebabkan oleh kematian, perceraian, bekerja jauh dari rumah, dan penelantaran. Hal ini akan mengakibatkan anak tidak mempunyai kedekatan emosional dengan orang tua, merasa di rumah tidak mendapatkan kasih sayang yang cukup, dan cenderung memberikan dampak yang negatif bagi anak.
Dampak broken home bagi anak:
1. Dampak psikologis-sosial
Anak yang mengalami broken home akan merasa kehilangan sosok orang tua yang utuh dan tidak merasakan kasih sayang lagi. Hal ini mengakibatkan perubahan sikap pada diri anak seperti menjadi penyendiri, merasa malu, merasa tidak aman, susah bersosialisasi dengan lingkungan sekitar, serta dapat membentuk kepribadian yang emosional, agresif, hingga tidak mempunyai tanggungjawab. Selain itu, dampak yang juga mungkin dialami anak adalah trauma. Trauma ini akan menyebabkan anak mengingat-ingat kejadian ini sampai dewasa, takut menjalin hubungan dengan orang lain, dan takut akan disakiti lagi.
2. Dampak pendidikan
Kondisi broken home akan akan mempengaruhi pola pikir anak sehingga dapat menghambat pendidikan anak, seperti tidak bersemangat dalam belajar, tidak ingin berangkat sekolah, tidak mau mengerjakan tugas, penurunan prestasi belajar anak, dan bahkan bisa mengakibatkan anak tidak naik kelas.
Cara meminimalisir dampak broken home bagi anak:
1. Tetap berikan kasih sayang yang cukup kepada anak
Ketika orang tua memutuskan untuk bercerai jangan sampai melupakan dan menelantarkan anak. Anak harus tetap diberikan kasih sayang dan dukungan yang cukup dari figur orang tua. Walaupun tidak lagi menjadi pasangan suami-istri tetapi sebagai orang tua harus tetap rukun dan tidak menampakkan permasalahan di depan anak. Ketika anak mendapatkan kasih sayang dan dukungan yang cukup, ia akan merasa bahwa ia dicintai dan disayang oleh orang tuanya walaupun tidak lagi dalam satu rumah.
2. Berikan pengasuhan yang optimal kepada anak
Sebisa mungkin sebagai orang tua harus tetap berbagi peran pengasuhan. Misalnya anak tinggal dengan pihak ibu, maka sebagai ayah harus tetap memberikan pengasuhan kepada anak supaya anak tidak merasa kehilangan sosok ayah. Kedua orang tua harus bekerja sama dan tidak meninggikan ego masing-masing agar anak bisa tumbuh optimal.
3. Konsultasi dengan profesional
Apabila diperlukan dapat berkonsultasi dengan pihak profesional seperti psikolog, konselor, dan dokter anak. Hal ini dibutuhkan ketika dampak dari broken home tidak bisa diatasi secara mandiri oleh orang tua, misalnya ketika anak merasa trauma hingga mengurung diri di dalam rumah.
Melalui pemahaman, empati, dan tindakan nyata, kita dapat membantu membentuk masa depan yang lebih baik bagi anak-anak dari keluarga broken home. Dengan memberikan dukungan yang diperlukan, kita dapat membantu mereka melewati masa-masa sulit ini dan membangun fondasi yang kuat untuk masa depan yang lebih cerah. Mari bersama-sama menjadi agen perubahan positif bagi generasi yang terluka ini.
