Batal Merekrut Setelah Beri Offering Letter, Apakah Perusahaan Bisa Dituntut?
Diunggah oleh Admin SK pada 20 May 2024
Proses rekrutmen adalah salah satu komponen penting dalam manajemen sumber daya manusia. Offering letter atau surat penawaran kerja merupakan titik kulminasi dari serangkaian proses seleksi. Namun, terkadang perusahaan menemukan alasan yang membuat mereka terpaksa membatalkan penawaran kerja setelah offering letter diterbitkan. Situasi ini menimbulkan pertanyaan hukum dan etika, yaitu apakah perusahaan dapat dituntut oleh calon karyawan dalam kondisi tersebut.
Makna Offering Letter
Offering letter adalah dokumen resmi yang menandai niat perusahaan untuk mempekerjakan seorang calon karyawan. Surat ini berisi rincian penting seperti posisi yang ditawarkan, gaji, tunjangan, tanggal mulai kerja, dan persyaratan lain yang relevan. Offering letter bukan hanya sekadar formalitas, tetapi juga mencerminkan komitmen perusahaan terhadap calon karyawan. Dari perspektif hukum, offering letter dapat dianggap sebagai bentuk awal dari perjanjian kerja, yang dapat menimbulkan kewajiban hukum jika dibatalkan secara sepihak.
Dalam konteks hukum Indonesia, offering letter belum secara eksplisit diatur dalam peraturan ketenagakerjaan. Namun, jika surat ini telah ditandatangani oleh kedua belah pihak, maka dapat dikategorikan sebagai perjanjian kerja awal. Artinya, kedua belah pihak memiliki hak dan kewajiban yang harus dipenuhi sesuai dengan ketentuan dalam surat tersebut. Pembatalan sepihak oleh perusahaan dapat dianggap sebagai pelanggaran terhadap komitmen yang telah dibuat.
Aspek Hukum di Indonesia
Di Indonesia, hubungan kerja diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003. Meskipun undang-undang ini lebih banyak mengatur hubungan kerja setelah karyawan mulai bekerja, beberapa prinsip umum dalam KUHPerdata dapat digunakan untuk menilai sah atau tidaknya pembatalan offering letter. Pasal 1320 KUHPerdata menyebutkan empat syarat sahnya suatu perjanjian: kesepakatan antara para pihak, kecakapan untuk membuat suatu perikatan, suatu hal tertentu, dan sebab yang halal. Jika offering letter memenuhi syarat-syarat ini, maka pembatalan sepihak dapat dianggap sebagai pelanggaran kontrak.
Konsep promissory estoppel, meskipun tidak secara eksplisit diatur dalam hukum Indonesia, dapat dipertimbangkan. Promissory estoppel adalah prinsip hukum di mana seseorang dapat mengklaim ganti rugi jika ia telah mengalami kerugian karena mengandalkan janji yang dibuat oleh pihak lain. Jika calon karyawan telah melakukan tindakan berdasarkan offering letter, seperti mengundurkan diri dari pekerjaan sebelumnya, maka pembatalan oleh perusahaan bisa dianggap merugikan dan membuka kemungkinan untuk menuntut ganti rugi.
Janji yang Mengikat (Promissory Estoppel)
Promissory estoppel adalah konsep hukum yang melindungi individu dari kerugian yang timbul karena mengandalkan janji atau komitmen pihak lain. Meskipun lebih umum dalam sistem hukum Anglo-Saxon, prinsip ini dapat relevan di Indonesia dalam konteks offering letter. Jika seorang calon karyawan telah mengambil langkah-langkah signifikan, seperti mengundurkan diri dari pekerjaan sebelumnya atau berpindah tempat tinggal, berdasarkan janji yang terkandung dalam offering letter, maka perusahaan dapat bertanggung jawab atas kerugian yang timbul dari pembatalan sepihak.
Di banyak yurisdiksi, termasuk beberapa kasus di Amerika Serikat dan Australia, pengadilan telah mendukung klaim calon karyawan berdasarkan promissory estoppel. Misalnya, di Amerika Serikat, calon karyawan yang mengalami kerugian finansial karena mengandalkan offering letter dapat mengajukan tuntutan kompensasi. Dalam kasus seperti ini, pengadilan mempertimbangkan sejauh mana calon karyawan mengandalkan janji perusahaan dan dampak finansial atau moral yang ditimbulkan oleh pembatalan tersebut.
Etika Bisnis dan Keadilan
Selain aspek hukum, pembatalan offering letter juga menimbulkan isu etika bisnis. Tindakan ini dapat dilihat sebagai tidak etis karena merusak kepercayaan calon karyawan dan menciptakan ketidakpastian. Reputasi perusahaan bisa terpengaruh negatif, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk merekrut talenta di masa depan. Dalam dunia bisnis yang semakin transparan dan terhubung, reputasi adalah aset penting yang harus dijaga.
Perusahaan yang melakukan pembatalan offering letter secara sepihak sebaiknya mempertimbangkan dampak jangka panjang dari tindakan tersebut. Selain potensi tuntutan hukum, dampak negatif terhadap moral calon karyawan dan citra perusahaan di pasar tenaga kerja bisa sangat merugikan. Praktik bisnis yang etis dan transparan tidak hanya menghindarkan perusahaan dari masalah hukum, tetapi juga meningkatkan kepercayaan dan loyalitas karyawan serta calon karyawan.
Kasus dan Preseden
Studi kasus dan preseden dari berbagai yurisdiksi dapat memberikan wawasan mengenai bagaimana pembatalan offering letter diperlakukan secara hukum. Di Australia, terdapat kasus di mana perusahaan yang membatalkan penawaran kerja setelah offering letter diberikan dikenakan denda dan diwajibkan membayar kompensasi. Ini menunjukkan bahwa pembatalan offering letter dapat dianggap sebagai pelanggaran kontrak dan perusahaan dapat dikenai sanksi finansial.
Di Amerika Serikat, konsep promissory estoppel sering digunakan dalam kasus-kasus serupa. Misalnya, dalam kasus Grouse v. Group Health Plan, Inc., pengadilan memutuskan bahwa perusahaan harus membayar kompensasi kepada calon karyawan yang mengundurkan diri dari pekerjaan sebelumnya berdasarkan offering letter yang kemudian dibatalkan. Kasus-kasus seperti ini menunjukkan bahwa perusahaan harus berhati-hati dalam memberikan offering letter dan memastikan bahwa mereka dapat memenuhi janji yang telah dibuat.
Langkah Pencegahan bagi Perusahaan
Untuk menghindari risiko hukum dan etika, perusahaan dapat mengambil beberapa langkah preventif. Pertama, dalam offering letter, perusahaan dapat menyertakan klausul yang menjelaskan bahwa penawaran kerja bersifat sementara hingga calon karyawan menandatangani perjanjian kerja resmi. Klausul ini dapat memberikan perlindungan tambahan bagi perusahaan jika terjadi perubahan situasi yang tidak terduga.
Kedua, menjaga komunikasi yang transparan dengan calon karyawan selama proses rekrutmen sangat penting. Perusahaan harus memberikan informasi yang jelas mengenai status penawaran kerja dan memastikan bahwa calon karyawan memahami semua syarat dan ketentuan yang berlaku. Selain itu, perusahaan juga disarankan untuk berkonsultasi dengan ahli hukum untuk memastikan bahwa offering letter dan proses rekrutmen mematuhi semua peraturan ketenagakerjaan yang berlaku. Konsultasi hukum dapat membantu perusahaan dalam menyusun offering letter yang komprehensif dan melindungi dari potensi tuntutan hukum.
Pembatalan offering letter setelah diterbitkan oleh perusahaan di Indonesia dapat menimbulkan konsekuensi hukum dan etika. Meskipun peraturan ketenagakerjaan Indonesia tidak secara eksplisit mengatur situasi ini, prinsip umum dalam KUHPerdata dan konsep promissory estoppel dapat digunakan untuk menilai sah atau tidaknya pembatalan tersebut. Perusahaan harus berhati-hati dan memastikan bahwa proses rekrutmen dilakukan dengan jelas dan transparan untuk menghindari risiko hukum dan menjaga reputasi baik di mata calon karyawan. Langkah pencegahan seperti klarifikasi dalam offering letter dan konsultasi hukum sangat disarankan untuk menghindari masalah di masa depan.
