Kenapa Karyawan Sering Lompat Pekerjaan? Bisa Jadi Karena Tidak Cocok Secara Psikologis
Diunggah oleh Admin SK pada 19 Apr 2025
Di era modern, fenomena job hopping atau sering berpindah-pindah pekerjaan menjadi semakin umum, terutama di kalangan milenial dan generasi Z. Banyak perusahaan yang mulai resah dengan tren ini, karena turnover yang tinggi dapat berdampak langsung pada efisiensi, biaya rekrutmen, serta stabilitas tim kerja. Tapi tahukah Anda? Alasan utama karyawan sering lompat pekerjaan bisa jadi bukan sekadar soal gaji atau jenjang karier, melainkan karena ketidakcocokan psikologis.
Apa Itu Ketidakcocokan Psikologis?
Ketidakcocokan psikologis dalam konteks kerja mengacu pada ketidaksesuaian antara karakteristik individu dengan lingkungan kerja, peran yang diemban, maupun budaya organisasi. Hal ini bisa berkaitan dengan:
- Kepribadian yang tidak selaras dengan tuntutan pekerjaan
- Nilai dan motivasi pribadi yang bertolak belakang dengan budaya perusahaan
- Kebutuhan psikologis yang tidak terpenuhi, seperti rasa dihargai, otonomi, atau makna dalam pekerjaan
Dampak Ketidakcocokan Psikologis pada Loyalitas Karyawan
Ketika seorang karyawan terus-menerus merasa tertekan, tidak berkembang, atau tidak "klik" dengan lingkungan kerja, respon psikologis yang muncul adalah keinginan untuk keluar dan mencari tempat yang lebih sesuai. Bahkan, menurut data dari Gallup (2022), hanya 21% karyawan di dunia yang merasa benar-benar terlibat (engaged) dengan pekerjaannya. Sisanya? Sebagian besar merasa tidak puas atau bahkan "terputus" secara emosional.
Faktor Psikologis yang Sering Diabaikan Perusahaan
1. Tidak Sesuai dengan Gaya Kerja
Beberapa individu lebih cocok bekerja secara mandiri, sementara yang lain membutuhkan kolaborasi atau supervisi. Ketika gaya kerja tidak sesuai, stres akan meningkat dan performa pun menurun.
2. Pekerjaan Tidak Sesuai dengan Minat atau Potensi
Bekerja di bidang yang tidak sesuai dengan minat atau kekuatan psikologis bisa menimbulkan kejenuhan lebih cepat. Misalnya, orang dengan dominansi kreativitas akan frustrasi jika ditempatkan dalam pekerjaan yang kaku dan repetitif.
3. Lingkungan Kerja Tidak Sehat Secara Psikologis
Budaya organisasi yang penuh tekanan, kurang komunikasi, atau adanya atasan yang otoriter sering kali menjadi pemicu utama turnover.
4. Kurangnya Rasa Bermakna
Psikolog Viktor Frankl menyatakan bahwa salah satu kebutuhan manusia adalah menemukan makna dalam apa yang ia lakukan. Tanpa makna, pekerjaan terasa hampa, dan ini bisa memicu keinginan untuk mencari tempat lain.
Studi Kasus: Psikotes Sebelum Rekrutmen
Salah satu solusi untuk mengurangi turnover akibat ketidakcocokan psikologis adalah penggunaan tes psikologi dalam proses seleksi dan pengembangan karyawan. Misalnya, sebuah perusahaan distribusi menggunakan asesmen psikologis untuk memastikan bahwa kandidat yang direkrut tidak hanya memenuhi syarat teknis, tapi juga cocok secara kepribadian dan nilai kerja. Hasilnya? Tingkat retensi meningkat hingga 35% dalam satu tahun.
Tips Bagi HR dan Perusahaan
- Lakukan asesmen psikologi untuk mengenali potensi dan kepribadian calon karyawan sejak awal.
- Bangun budaya kerja yang fleksibel dan suportif, sesuai dengan kebutuhan psikologis SDM.
- Sediakan coaching dan konseling karier bagi karyawan yang merasa tidak cocok, sebelum mereka memutuskan untuk resign.
- Terapkan prinsip person-job fit dan person-organization fit dalam seluruh proses manajemen SDM.
Fenomena seringnya karyawan berpindah pekerjaan seharusnya tidak hanya dilihat dari aspek finansial atau karier semata. Ketidakcocokan psikologis menjadi salah satu akar persoalan yang kerap terabaikan. Dengan memahami faktor-faktor psikologis yang mendasari loyalitas dan kepuasan kerja, perusahaan bisa menciptakan lingkungan yang tidak hanya produktif, tetapi juga sehat secara mental dan emosional.
Hormat kami,
Salam sakti,
Biro Konsultan Psikologi Waskita
More info!
0822-4216-6729
Jl. Monumen 45 No. 12, Setabelan, Banjarsari, Surakarta
